Selasa, 21 Mei 2019

MENGENAL ANTI MONOPOLI DAN PERAINGAN TIDAK SEHAT


ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI

ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT



Disusun oleh:
1.     Moh Akbar Anugrah (23217644)
2.     Nurul Amalia Dwi H (24217616)
Kelompok   : 11
          Kelas          : 2 EB 13


UNIVERSITAS GUNADARMA
2017





ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT


Sumber: Lubis, Andi Fahmi. Anna Maria dan M Hawin. 2009






1.      1.     Pengertian



a.       Pengertian Monopoli dan Praktek Monopoli

Monopoli adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barangdan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha. Sedangkan praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebihpelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaranatas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usahatidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.

b.      Pengertian Pelaku Usaha dan Persaingan tidak sehat

Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian,menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalammenjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasayang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambatpersaingan usaha.

2.    2.      Asas dan Tujuan

a.       Lahirnya Undang-Undang

Dalam perkembangan sistem ekonomi Indonesia, persaingan usaha menjadi salah satu instrumen ekonomi sejak saat reformasi digulirkan. Hal ini ditunjukkan melalui terbitnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Undang-Undang Nomor 5 Tahum 1999 merupakan tonggak bagi diakuinya persaingan usaha yang sehat sebagai pilar ekonomi dalam sistem ekonomi Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Kelahiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 juga merupakan koreksi terhadap perkembangan ekonomi yang memprihatinkan, yang terbukti tidak tahan terhadap goncangan/krisis pada tahun 1997.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Hal ini dapat dilihat dari bunyi Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5Tahun 1999 mengenai asas dan tujuan pembentukan Undang-Undang Nomor 5 Tahun1999. Pasal 2 menyatakan, “Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum”.


b.      Tujuan

Sedangkan tujuan pembentukan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah sebagaimana tercantum dalam Pasal 3, yang sesungguhnya memiliki tujuan akhir yang sama, yakni peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dalam Pasal 3 disebutkan bahwa tujuan pembentukan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah :

·         menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat;
·         mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil;
·         mencegah praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha; dan
·         terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 pada dasarnya berisi larangan terhadap perjanjian, kegiatan dan posisi dominan yang bertentangan dengan prinsip persaingan usaha yang sehat. Pengaturan ini dilakukan dengan sangat ketat untuk mencegah pelaku usaha melakukan persaingan usaha tidak sehat yang dipandang akan merugikan bagi masyarakat dan bangsa Indonesia.

3.        3.  Perjanjian yang Dilarang

Menurut Undang-Undang No 5 Tahun 1999 Bab 3 dijelaskan tentang perjanjian-perjanjian yang dilarang, berikut perjanjian yang dilarang:

a.    Oligopoli
Oligopoli merupakan keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang berjumlah sedikit sehingga dapat mempengaruhi pasar, maka pada pasal 4 ayat 1 dan 2 dijelaskan:
·         Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha dengan secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa
·         Pelaku usaha patut diduga melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa bila dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai >75% pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu
 


b.    Penetapan Harga

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian sebab:
·           Pasal 5: Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan
·           Pasal 6: Perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama
·           Pasal 7: Perjanjian dengan pelaku usaha pesaing untuk menetapkan harga di bawah harga pasar
·           Pasal 8:Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya dengan harga lebih rendah dari harga yang telah dijanjikan

c.    Pembagian Wilayah

·           Pasal 9:  Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan membagi wilayah pemasaran atau lokasi pasar terhadap barang dan atau jasa.

d.   Pemboikotan

·           Pasal 10 Ayat 1: Pelaku usaha dilarang melakukan perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun luar negeri.
·           Pasal 10 ayat 2: Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menolak menjual setiap barang dan atau jasa dari pelaku usaha lain

e.     Kartel

·      Pasal  11:  Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang atau jasa.

f.   Trust
·           Pasal  12: Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup tiap perusahaan atau peseroan anggotanya yang bertujuan mengontrol produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa.

g.      Oligopsoni

·         Pasal 13 ayat 1: Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan menguasai pembelian atau penerimaan pasokan secara bersama-sama agar dapat mengendalikan harga barang atau jasa  dalam pasar
·         Pasal 13 ayat 2: Pelaku usaha dapat diduga atau dianggap secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan apabila dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai >75% pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

h.         Integrasi vertikal

·           Pasal 14: Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung.

i.          Perjanjian tertutup

Pasal 15:
·           Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak dan atau tempat tertentu.
·           Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku.
·           Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu atas barang dan atau jasa yang membuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang menerima barang dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok

j.      Perjanjian dengan pihak luar negeri

·         Pasal 16: Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.


4. 4.  Kegiatan yang Dilarang

Menurut Undang-Undang No 5 Tahun 1999 Bab 4 disebutkan beberapa kegiatan yang dilarang dalam persaingan, berikut kegiatan yang dilarang:

a.    Monopoli
Monopoli adalah pengadaan barang dagangan tertentu sekurang-kurangnya seperti dikuasai oleh satu orang atau kelompok sehingga harganya dapat dikendalikan.
b.    Monopsoni
Monopsoni adalah keadaan pasar yang tidak seimbang dan dikuasai oleh seorang pembeli; oligopsoni yang terbatas pada seorang pembeli.
c.    Penguasaan pasar
Penguasaan pasar merupakan proses, cara, atau perbuatan menguasai pasar yang berupa:
·         Menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan
·         Menghalangi konsumen untuk melakukan hubungan dengan pelaku usaha pesaing pada pasar bersangkutan
·         Melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu

d.   Persengkongkolan
Persekongkolan berarti berkomplot atau bersepakat melakukan kecurangan, berikut hal yang dilarang:
·           Dilarang melakukan persekongkolan dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat
·           Dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapat informasi kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan rahasia perusahaan



5.       5.   Posisi Dominan
Menurut Undang-Undang No 5 Tahun 1999 Bab 5 disebutkan beberapa posisi dominan, berikut penjelasan tentang posisi dominan:

a.    Umum (Pasal 25)
Pasal 1 angka 4 UU No.5 Th.1999 menyebutkan bahwa posisi dominan merupakan keadaan pelaku usaha yang tidak adanya pesaing yang berarti di pasar ybs dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya di pasar bersangkutan dengan kemampuan keuangan, akses pada pasokan, penjualan, dan menyesuaikan pasokan dan permintaan barang atau jasa tertentu.
Persentase penguasaan pasar oleh pelaku usaha sehingga dapat dikatakan menggunakan posisi dominan sebagaimana ketentuan di atas adalah:
·         Satu pelaku atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 50% atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu
·         Dua atau tiga pelaku usaha satau satu kelompok pelaku usaha menguasai 75% atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa

b.        Jabatan rangkap (Pasal 26)
Seseorang yang menduduki jabatan direksi atau komisaris suatu perusahaan dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris perusahaan lain pada waktu yang bersamaan apabila:
·         Berada dalam pasar bersangkutan yang sama
·         Memiliki keterkaitan yang erat dalam bidang dan atau jenis usaha
·         Secara bersama dapat menguasai pangsa pasar barang dan atau jasa tertentu yang dapat menimbulkan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.

c.         Pemilikan saham
Pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis, melakukan kegiatan usaha dalam bidang sama pada pasar bersangkutan yang sama, atau mendirikan beberapa perusahaan yang sama bila kepemilikan tersebut mengakibatkan persentase penguasaan pasar yang dapat dikatakan menggunakan posisi dominan (UU Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 27)

d.        Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan
Dalam menjalankan perusahaan, pelaku usaha yang berbadan hukum maupun yang bukan berbadan hukum, yang menjalankan perusahaan bersifat tetap dan terus-menerus dengan tujuan mencari laba, secara tegas dilarang melakukan tindakan penggabungan , peleburan, dan pengambilalihan yang berakibat praktik monopoli dan persaingan tidak sehat (UU Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 28).



6.       6.   Komisi Pengawas Persaingan Usaha

Menurut Undang-Undang No 5 Tahun 1999 Bab 6 dijelaskan sebuah lembaga yang dibangun pemerintah untuk mengawasi masalah ini, berikut penjelasannya

KPPU adalah sebuah lembaga yang mengawasi pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya melakukan praktik monopoli dan atau persaingan usaha yang tidak sehat. Hal ini diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 1999.
a.         Tugas KPPU:
·         Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang telah dibuat oleh pelaku usaha
·         Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha / tindakan pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya
·         Mengambil tindakan sesuai dengan wewenang komisi
·         Memberikan saran dan pertimbangan kebijakan pemerintah terhadap praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat


b.        Wewenang KPPU:
·      Menerima laporan dari masyarakat/pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
·      Melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha/tindakan pelaku usaha yang dapat menimbulkan praktik monopoli / persaingan usaha tidak sehat
·      Melakukan penyelidikan/ pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktik monopoli/ persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan masyarakat atau pelaku atau yang ditemukan oleh komisi sebagai hasil dari penelitiannya
·      Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang
·      Menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini.





7.     77.  Sanksi


Menurut Undang-Undang No 5 Tahun 1999 Bab 7 dijelaskan tentang sanksi untuk pelanggar, berikut sanksi yang dijelaskan dalam bab ini:

a.         Sanksi administrasi
Sanksi ini dijelaskan dalam pasal 47 sedangkan tindakan administratif yang dimaksud dapat berupa:
·           penetapan pembatalan perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 13, Pasal 15, dan Pasal 16; dan atau perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan integrasi vertikal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14;
·           perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang terbukti menimbulkan praktek monopoli dan atau menyebabkan persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat; dan atau
·           perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan penyalahgunaan posisi dominan; dan atau
·           penetapan pembatalan atas penggabungan atau peleburan badan usaha dan pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28
·           penetapan pembayaran ganti rugi; dan atau
·           pengenaan denda serendah-rendahnya Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah).

b.        Sanksi pidana pokok
Sanksi ini dijelaskan pada pasal 48, berikut tindakan sanksi pidana yang disebutkan:

·         Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
·         Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp 5.000.000.000,00 ( lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
·         Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.

c.         Pidana Tambahan
Dijelaskan di pasal 49. pelaku usaha yang melakukan pelanggaran berat dikenakan pidana tambahan sesuai dengan Pasal 10 KUH Pidana berupa:
·         Pencabutan izin usaha
·         Larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang
·         ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris minimal dua tahun dan maksimal lima tahun
·         Penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian pada pihak lain.


8.        8.  Ketentuan lain
               
Menurut Undang-Undang No 5 Tahun 1999 disebutkan juga beberapa ketentuan lain, berikut ketentuan yang dimaksud: 

Pasal 50 menjelaskan yang dikecualikan dari ketentuan undang-undang ini adalah:

·           perbuatan dan atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturanperundang-undangan yang berlaku
·           perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi, paten, merek dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba
·           perjanjian penetapan standar teknis produk barang dan atau jasa yang tidak mengekang dan atau menghalangi persaingan
perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan untukmemasok kembali barang dan atau jasa dengan harga yang lebih rendah.










DAFTAR PUSTAKA

Lubis, Andi Fahmi. Anna Maria dan M Hawin. 2009. Buku Ajar Hukum Persaingan Usaha. Jakarta

Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang No 5 Tahun 1999




0 komentar:

Posting Komentar

 

Nurul Amalia Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang