ASPEK
HUKUM DALAM EKONOMI
ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT
Disusun oleh:
1.
Moh Akbar
Anugrah (23217644)
2.
Nurul Amalia Dwi
H (24217616)
Kelompok : 11
Kelas
:
2 EB 13
UNIVERSITAS GUNADARMA
2017
ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK
SEHAT
Sumber:
Lubis, Andi Fahmi. Anna Maria dan M Hawin. 2009
1. 1. Pengertian
a.
Pengertian
Monopoli dan Praktek Monopoli
Monopoli adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran
barangdan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok
pelaku usaha. Sedangkan praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh
satu atau lebihpelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau
pemasaranatas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan
usahatidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.
b. Pengertian
Pelaku Usaha dan Persaingan tidak sehat
Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha,
baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan
atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik
sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian,menyelenggarakan berbagai
kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.Persaingan usaha tidak sehat adalah
persaingan antar pelaku usaha dalammenjalankan kegiatan produksi dan atau
pemasaran barang dan atau jasayang dilakukan dengan cara tidak jujur atau
melawan hukum atau menghambatpersaingan usaha.
2. 2.
Asas
dan Tujuan
a. Lahirnya
Undang-Undang
Dalam perkembangan sistem ekonomi
Indonesia, persaingan usaha menjadi salah satu instrumen ekonomi sejak saat
reformasi digulirkan. Hal ini ditunjukkan melalui terbitnya Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat. Undang-Undang Nomor 5 Tahum 1999 merupakan tonggak bagi diakuinya
persaingan usaha yang sehat sebagai pilar ekonomi dalam sistem ekonomi
Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Kelahiran
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 juga merupakan koreksi terhadap perkembangan
ekonomi yang memprihatinkan, yang terbukti tidak tahan terhadap
goncangan/krisis pada tahun 1997.
Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999. Hal ini dapat dilihat dari bunyi Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang
Nomor 5Tahun 1999 mengenai asas dan tujuan pembentukan Undang-Undang Nomor 5
Tahun1999. Pasal 2 menyatakan, “Pelaku
usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi
ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan
kepentingan umum”.
b. Tujuan
Sedangkan tujuan pembentukan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah sebagaimana tercantum dalam Pasal 3,
yang sesungguhnya memiliki tujuan akhir yang sama, yakni peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Dalam Pasal 3 disebutkan bahwa tujuan pembentukan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah :
·
menjaga
kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu
upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat;
·
mewujudkan
iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat
sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku
usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil;
·
mencegah
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh
pelaku usaha; dan
·
terciptanya
efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 pada dasarnya
berisi larangan terhadap perjanjian, kegiatan dan posisi dominan yang
bertentangan dengan prinsip persaingan usaha yang sehat. Pengaturan ini dilakukan
dengan sangat ketat untuk mencegah pelaku usaha melakukan persaingan usaha
tidak sehat yang dipandang akan merugikan bagi masyarakat dan bangsa Indonesia.
3. 3. Perjanjian
yang Dilarang
Menurut Undang-Undang No 5 Tahun
1999 Bab 3 dijelaskan tentang perjanjian-perjanjian yang dilarang, berikut
perjanjian yang dilarang:
a. Oligopoli
Oligopoli
merupakan keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang berjumlah sedikit
sehingga dapat mempengaruhi pasar, maka pada pasal 4 ayat 1 dan 2 dijelaskan:
·
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian
dengan pelaku usaha dengan secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi
dan atau pemasaran barang dan atau jasa
·
Pelaku usaha patut diduga melakukan
penguasaan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa bila dua atau tiga
pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai >75% pangsa pasar satu
jenis barang atau jasa tertentu
b.
Penetapan Harga
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian sebab:
·
Pasal 5: Perjanjian dengan pelaku usaha
pesaingnya untuk menetapkan harga atas barang dan atau jasa yang harus dibayar
oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan
·
Pasal 6: Perjanjian yang mengakibatkan
pembeli yang harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus
dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama
·
Pasal 7: Perjanjian dengan pelaku usaha
pesaing untuk menetapkan harga di bawah harga pasar
·
Pasal 8:Perjanjian dengan pelaku usaha
lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak menjual
atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya dengan harga lebih
rendah dari harga yang telah dijanjikan
c. Pembagian
Wilayah
·
Pasal 9:
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya
yang bertujuan membagi wilayah pemasaran atau lokasi pasar terhadap barang dan
atau jasa.
d. Pemboikotan
·
Pasal 10 Ayat 1: Pelaku usaha dilarang
melakukan perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat menghalangi
pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar
dalam negeri maupun luar negeri.
·
Pasal 10 ayat 2: Pelaku usaha dilarang
membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menolak menjual setiap
barang dan atau jasa dari pelaku usaha lain
e. Kartel
·
Pasal
11: Pelaku usaha dilarang membuat
perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud mempengaruhi harga
dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang atau jasa.
f. Trust
·
Pasal
12: Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain
untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan
yang lebih besar dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup
tiap perusahaan atau peseroan anggotanya yang bertujuan mengontrol produksi dan
atau pemasaran barang dan atau jasa.
g. Oligopsoni
·
Pasal 13 ayat 1: Pelaku usaha dilarang
membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan menguasai pembelian
atau penerimaan pasokan secara bersama-sama agar dapat mengendalikan harga
barang atau jasa dalam pasar
·
Pasal 13 ayat 2: Pelaku usaha dapat
diduga atau dianggap secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan
apabila dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai >75%
pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
h.
Integrasi vertikal
·
Pasal 14: Pelaku
usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan
menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi
barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan
hasil pengolahan atau proses lanjutan baik dalam satu rangkaian langsung maupun
tidak langsung.
i.
Perjanjian tertutup
Pasal 15:
·
Pelaku usaha
dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan
bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak
memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak dan atau tempat
tertentu.
·
Pelaku usaha
dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat persyaratan bahwa
pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang
dan atau jasa lain dari pelaku.
·
Pelaku usaha
dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu atas
barang dan atau jasa yang membuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang menerima
barang dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok
j. Perjanjian
dengan pihak luar negeri
·
Pasal 16: Pelaku usaha dilarang membuat
perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat.
4. 4.
Kegiatan yang Dilarang
Menurut Undang-Undang No 5 Tahun
1999 Bab 4 disebutkan beberapa kegiatan yang dilarang dalam persaingan, berikut
kegiatan yang dilarang:
a. Monopoli
Monopoli adalah pengadaan barang dagangan tertentu sekurang-kurangnya
seperti dikuasai oleh satu orang atau kelompok sehingga harganya dapat
dikendalikan.
b.
Monopsoni
Monopsoni adalah keadaan pasar yang tidak seimbang
dan dikuasai oleh seorang pembeli; oligopsoni yang
terbatas pada seorang pembeli.
c. Penguasaan
pasar
Penguasaan pasar
merupakan proses, cara, atau perbuatan menguasai pasar yang berupa:
·
Menolak dan atau menghalangi pelaku
usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan
·
Menghalangi konsumen untuk melakukan
hubungan dengan pelaku usaha pesaing pada pasar bersangkutan
·
Melakukan praktik diskriminasi terhadap
pelaku usaha tertentu
d.
Persengkongkolan
Persekongkolan
berarti berkomplot atau bersepakat melakukan kecurangan, berikut hal yang
dilarang:
·
Dilarang
melakukan persekongkolan dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan
pemenang tender sehingga mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat
·
Dilarang
bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapat informasi kegiatan usaha
pesaingnya yang diklasifikasikan rahasia perusahaan
5. 5.
Posisi Dominan
Menurut
Undang-Undang No 5 Tahun 1999 Bab 5 disebutkan beberapa posisi dominan, berikut
penjelasan tentang posisi dominan:
a.
Umum (Pasal 25)
Pasal 1 angka 4 UU No.5 Th.1999 menyebutkan bahwa
posisi dominan merupakan keadaan pelaku usaha yang tidak adanya pesaing yang
berarti di pasar ybs dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai atau pelaku
usaha mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya di pasar bersangkutan
dengan kemampuan keuangan, akses pada pasokan, penjualan, dan menyesuaikan
pasokan dan permintaan barang atau jasa tertentu.
Persentase penguasaan
pasar oleh pelaku usaha sehingga dapat dikatakan menggunakan posisi dominan
sebagaimana ketentuan di atas adalah:
·
Satu pelaku atau satu kelompok pelaku
usaha menguasai 50% atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa
tertentu
·
Dua atau tiga pelaku usaha satau satu
kelompok pelaku usaha menguasai 75% atau lebih pangsa pasar satu jenis barang
atau jasa
b.
Jabatan rangkap (Pasal 26)
Seseorang yang menduduki jabatan direksi atau
komisaris suatu perusahaan dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris
perusahaan lain pada waktu yang bersamaan apabila:
·
Berada dalam
pasar bersangkutan yang sama
·
Memiliki
keterkaitan yang erat dalam bidang dan atau jenis usaha
·
Secara bersama
dapat menguasai pangsa pasar barang dan atau jasa tertentu yang dapat
menimbulkan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
c.
Pemilikan saham
Pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada
beberapa perusahaan sejenis, melakukan kegiatan usaha dalam bidang sama pada
pasar bersangkutan yang sama, atau mendirikan beberapa perusahaan yang sama
bila kepemilikan tersebut mengakibatkan persentase penguasaan pasar yang dapat
dikatakan menggunakan posisi dominan (UU Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 27)
d.
Penggabungan, peleburan, dan
pengambilalihan
Dalam
menjalankan perusahaan, pelaku usaha yang berbadan hukum maupun yang bukan
berbadan hukum, yang menjalankan perusahaan bersifat tetap dan terus-menerus
dengan tujuan mencari laba, secara tegas dilarang melakukan tindakan
penggabungan , peleburan, dan pengambilalihan yang berakibat praktik monopoli
dan persaingan tidak sehat (UU Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 28).
6. 6.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha
Menurut Undang-Undang No 5 Tahun
1999 Bab 6 dijelaskan sebuah lembaga yang dibangun pemerintah untuk mengawasi
masalah ini, berikut penjelasannya
KPPU
adalah sebuah lembaga yang mengawasi pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan
usahanya melakukan praktik monopoli dan atau persaingan usaha yang tidak sehat.
Hal ini diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 1999.
a.
Tugas KPPU:
·
Melakukan penilaian terhadap perjanjian
yang telah dibuat oleh pelaku usaha
·
Melakukan penilaian terhadap kegiatan
usaha / tindakan pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya
·
Mengambil tindakan sesuai dengan
wewenang komisi
·
Memberikan saran dan pertimbangan
kebijakan pemerintah terhadap praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat
b.
Wewenang KPPU:
·
Menerima laporan
dari masyarakat/pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktik monopoli dan
atau persaingan usaha tidak sehat
·
Melakukan
penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha/tindakan pelaku usaha yang
dapat menimbulkan praktik monopoli / persaingan usaha tidak sehat
·
Melakukan
penyelidikan/ pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktik monopoli/ persaingan
usaha tidak sehat yang dilaporkan masyarakat atau pelaku atau yang ditemukan
oleh komisi sebagai hasil dari penelitiannya
·
Memanggil dan
menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap orang yang dianggap mengetahui
pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang
·
Menjatuhkan
sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar
ketentuan undang-undang ini.
7. 77. Sanksi
Menurut Undang-Undang No 5 Tahun
1999 Bab 7 dijelaskan tentang sanksi untuk pelanggar, berikut sanksi yang
dijelaskan dalam bab ini:
a.
Sanksi
administrasi
Sanksi
ini dijelaskan dalam pasal 47 sedangkan tindakan administratif yang dimaksud
dapat berupa:
·
penetapan
pembatalan perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal
13, Pasal 15, dan Pasal 16; dan atau perintah kepada pelaku usaha untuk
menghentikan integrasi vertikal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14;
·
perintah
kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang terbukti menimbulkan
praktek monopoli dan atau menyebabkan persaingan usaha tidak sehat dan atau
merugikan masyarakat; dan atau
·
perintah
kepada pelaku usaha untuk menghentikan penyalahgunaan posisi dominan; dan atau
·
penetapan
pembatalan atas penggabungan atau peleburan badan usaha dan pengambilalihan
saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28
·
penetapan
pembayaran ganti rugi; dan atau
·
pengenaan
denda serendah-rendahnya Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan
setinggi-tingginya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah).
b.
Sanksi pidana
pokok
Sanksi
ini dijelaskan pada pasal 48, berikut tindakan sanksi pidana yang disebutkan:
·
Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan
Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28
diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima
miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar
rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
·
Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8,
Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-undang ini
diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp 5.000.000.000,00 ( lima miliar
rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar
rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
·
Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini
diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), atau
pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.
c.
Pidana Tambahan
Dijelaskan di pasal 49.
pelaku usaha yang melakukan pelanggaran berat dikenakan pidana tambahan sesuai
dengan Pasal 10 KUH Pidana berupa:
·
Pencabutan izin usaha
·
Larangan kepada pelaku usaha yang telah
terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang
·
ini untuk menduduki jabatan direksi atau
komisaris minimal dua tahun dan maksimal lima tahun
·
Penghentian kegiatan atau tindakan
tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian pada pihak lain.
8. 8. Ketentuan lain
Menurut Undang-Undang No 5 Tahun 1999
disebutkan juga beberapa ketentuan lain, berikut ketentuan yang dimaksud:
Pasal 50 menjelaskan yang dikecualikan dari ketentuan
undang-undang ini adalah:
·
perbuatan dan atau
perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturanperundang-undangan yang berlaku
·
perjanjian yang
berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi, paten, merek
dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, dan
rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba
·
perjanjian penetapan
standar teknis produk barang dan atau jasa yang tidak mengekang dan atau
menghalangi persaingan
perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat
ketentuan untukmemasok kembali barang dan atau jasa dengan harga yang lebih
rendah.
DAFTAR
PUSTAKA
Lubis,
Andi Fahmi. Anna Maria dan M Hawin. 2009. Buku
Ajar Hukum Persaingan Usaha. Jakarta
Republik Indonesia.
1999. Undang-Undang No 5 Tahun 1999

0 komentar:
Posting Komentar